Friday, June 29, 2012

Dimensi Kehidupan


Gak semua orang bisa jaga sesuatu dan menempatkan pada posisi seharusnya
Gak semua orang bisa menjadi pendengar yang baik
Gak semua orang bisa ngerti
Ngerti cerita kita..
Ngerti posisi kita..
Ngerti rasa kita..
Dan setidaknya itu cuma buat ngerti
Karena itulah, aku lebih memilih untuk diam
Terkadang juga ada saatnya kita gak pengen orang lain tau tentang apa yang kita rasa
Bukan karena apa-apa,
Karena memang bukan urusan mereka.

Thursday, June 28, 2012

Salah Satu Bentuk Ketidakadilan Gender


 
TKW DISIKSA DAN DIPERKOSA SAMPAI LOMPAT DARI LANTAI 3
"Salah satu Bentuk Ketidakadilan Gender"
Oleh : Pipit Deviyanti


“Berharap dapat mengubah status ekonomi keluarga, Tenaga Kerja Wanita Asal Cianjur, Jawa Barat, pulang dengan kondisi lumpuh. Nurhayati bin Pudin (30), TKW asal Kampung Cijunjung, Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Cianjur, lumpuh akibat melompat dari lantai tiga, saat hendak diperkosa majikannya.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, Nurhayati berangkat menjadi TKW tahun 2008, melalui PJTKI PT Johara Perdana Satu, yang beralamat di Jalan Jatinegara Timur 84 F, Jakarta Timur.Perusahaan itu mengirimnya, ke Kota Mekkah, Saudi Arabia, sebagai pembantu rumah tangga.Namun baru satu pekan bekerja, Nurhayati mendapatkan perlakuan kasar dari isteri majikannya.
Berbagai siksaan acap kali dilakukan istri majikan terhadap dirinya.Tidak hanya tamparan, ancaman dan disiram minyak mendidih, menjadi santapan sehari-hari.
Namun harapan untuk mengubah status ekonomi, membuat ia tetap bertahan. Bahkan ia tidak merasakan sakitnya siksaan yang diberikan istri majikannya itu. Namun menginjak bulan keempat, sang majikan pria, berusaha memerkosanya. Ketika itu, ia tengah berada di lantai 3 rumah tersebut, ia sempat melawan dan mengacam akan melompat.
Sang majikan dengan nafsu bejatnya, terus berusaha memerkosanya, hingga akhirnya Nurhayati memilih melompat.Akibatnya, Nurhayati sempat koma dan kedua kaki Nurhayati mengalami lumpuh.
Sebelum dibawa pulang ke Cianjur, ia sempat dirawat selama 2,5 tahun tanpa sanak saudara di rumah sakit di Mekah. “Saya baru sadar kaki saya lumpuh, setelah sadar dari koma di rumah sakit di Mekah,” katanya.
Derita tiada habisnya, saat pulang ke Cianjur, ia terpaksa menumpang di rumah pamannya Engkos, di Kampung Pasir Astana, Desa Sindangraja, Kecamatan Sukaluyu karena rumahnya dijual suaminya yang kabur entah kemana. Nurhayati saat ini hanya bisa tergolek lemas di rumah sang paman dan berharap mendapatkan bantuan dari berbagai pihak”.[1]
          Dari uraian kisah diatas kita dapat melihat berbagai bentuk ketidakadilan gender. Suatu proses peminggiran yang mengakibatkan kemiskinan dengan asumsi awal bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan sampai-sampai Nurhayati (30th) harus bekerja di luar negeri menjadi TKW untuk mendapatkan upah yang lebih jika dibandingkan dengan upah di Indonesia, dan ini sebenarnya merupakan proses pemiskinan dengan alasan Gender (Pembagian atas dasar jenis kelamin). Hal ini juga berarti telah terjadinya double burden atau beban ganda yang mana beban pekerjaan salahsatu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja di wilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Alhasil upaya yang dilakukan adalah dengan mensubtitusikan pekerjaan pembantu rumah tangga seperti ini kepada perempuan.
          Bentuk kekerasan (violence) terhadap perempuan ini merupakan konsekuensi logis dari sterotype terhadapnya. Perempuan adalah komunitas yang rentan dan potensial untuk berposisi sebagai korban dari kesalahan pencitraan terhadapnya atau kekerasan yang terjadi akibat bias gender yang dalam literature feminism lazim dikenal sebagai gender-related violence, yang berbentuk perkosaan terhadap perempuan termasuk di dalamnya kekerasan dalam perkawinan (marital rape), aksi pemukulan dan serangan non-fisik dalam rumah tangga, penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin (misalnya sirkumsisi), prostitusi, pornografi, pemaksaan sterelisasi dalam keluarga berencana dan kekerasan seksual (sexual harassment).[2]
          Semua bentuk ketidakadilan gender ini sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan. Yang mana ini merupakan suatu pemberian citra baku atau label kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah. Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang tidak sesuai yang bertujuan untuk menaklukan atau menguasai pihak lain. Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ini ditimpakan pada peremuan seperti: perempuan dianggap cengeng, suka digoda, emosional, sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan dan pelabelan negative lainnya. Sehingga hal inilah yang melatarbelakangi mengapa Nurhayati (30th) bekerja sebagai TKW di Saudi Arabia hingga disiksa dan diperkosa sampai lompat dari lt.3.
          Jika kasus ini dikaitkan dengan gender, maka kekerasan berbasis gender adalah sebuah bentuk diskriminasi yang secara serius menghalangi kesempatan perempuan untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya atas dasar persamaan hak dengan laki-laki.[3] Kekerasan berbasis gender yang merusak, menghalangi atau meniadakan penikmatan oleh perempuan atas hak azasinya dan kebebasan fundamental berdasarkan hukum internasional atau berdasar konvensi hak azasi manusia, adalah diskriminasi. Hak-hak kebebasan itu salah satunya termasuk: hak untuk tidak mengalami penganiayaan, kekejaman, perbuatan atau hukuman yang menurunkan martabat dan tidak berperikemanusiaan.[4]
          Lalu pada kasus pelecehan seksual yang dialami Nurhayati ini, “Pelecehan seksual termasuk perbuatan seksual yang tidak menyenangkan yang dilakukan dalam bentuk tingkah laku seperti kontak fisik dan cumbu rayuan, memperlihatkan gambar porno dan tuntutan seks, baik dengan kata-kata maupun tindakan. Tindakan-tindakan seperti itu dapat merupakan penghinaan dan dapat menjadi masalah keamanan dan masalah kesehatan; ini adalah tindakan diskriminatif ketika perempuan mempunyai alasan untuk percaya bahwa keberatannya atas tindakan seperti itu  akan tidak menguntungkan baginya dalam kaitan dengan pekerjaannya termasuk dalam hal penerimaan pegawai atau kenaikan pangkat atau ketika hal tersebut menciptakan suatu suasana kerja yang bermusuhan.” (Rekomendasi Umum No. 19 tentang Kekerasan terhadap Perempuan. Sidang ke-11 Tahun 1992 Komite PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Pasal 11, Ayat 18).[5]
          Jika kita mengacu pada Pasal 49 ayat 1 berbunyi: “Wanita berhak atas kesempatan, syarat-syarat dan fasilitas yang sama seperti pria untuk memilih, dipilih, dan diangkat dalam pekerjaan dan profesi yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya” dan ayat 2: “Hak wanita untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam hidup berkeluarga dan pelaksanaan pekerjaan atau profesinya yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita bukan merupakan diskriminasi terhadap pria”.[6]
          Karena alasan kodrati inilah Nurhayati disudutkan pada keadaan yang tidak menguntungkan, disamping dia harus bekerja keras menjadi TKW di Saudi Arabia sebagai seorang pencari nafkah tambahan yang pada awalnya agar kebutuhan keluarganya dapat tercukupi dan memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya, namun pada akhirnya mengalami penyiksaan dan pemerkosaan. Belum lagi ketika dia kembali ke Indonesia dengan keadaan kritis dan dipulangkan ke rumah pamannya, karena rumahnya dijual oleh suaminya yang entah kabur kemana. Terdengar sangat miris memang, bukan hanya ketidakadilan dan kekerasan (violence) yang dilakukan oleh para majikannya di Saudi Arabia saja, namun ketidakadilan suaminya dalam berumahtangga. Ketika Nurhayati sudah berkorban atas beban gandanya (double burden), namun semua pengorbanannya itu sia-sia. Ini merupakan hal yang kerap kali menghilangkan kesempatan para perempuan, Nurhayati khususnya untuk membuktikan kapasitas dan kapabilitas. Dalam agama pun sering dijadikan alasan untuk melegitimasi atas diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan.
          Maka dari itu kita harus memahami gender sebagai sebuah kesadaran social Gender sebagai sebuah kesadaran social (social consciousness) merupakan kesadaran yang ada dalam suatu masyarakat, bahwa hal-hal yang berasal dari pembedaan jeniskelamin sifatnya socio-cultular. Gender sebagai suatu kesadaran social ini tidak dimiliki oleh setiap orang, olehkarena itu perlu ada kesadaran social mengenai gender , bahwa klasifikasi atas dasar jenis kelamin dan implikasi dalam kehidupan social tidak given (bukan takdir), tetapi bersifas socio-cultural. Karenanya, jika ada sesuatu yang merugikan pihak-pihak tertentu (seperti kasus Nurhayati), maka hal seperti ini sebenarnya dapat dirubah. Hal ini karena atas dasar klasifikasi ini muncul ketimpangan-ketimpangan.[7]
          Kasus Nurhyati diatas merupakan salahsatu bentuk ketidakadilan gender. Pada saat ini mungkin tidak disadari secara mendalam banyak pelecehan yang diucapkan oleh laki-laki karena tidak semua orang memiliki sensitivitas yang sama terhadap persoalan gender. Oleh karena itu, gender sebagai kesadaran social penting adanya, dalam kerangka memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender pada setiap level. Dan tentunya agar kasus-kasus seperti kasus Nurhayati ini tidak terulang kembali karena kita adalah mahluk social yang harus saling menghargai dan menghormati. Meskipun secara biologis peran laki-laki dan perempuan berbeda, namun secara social masing-masing mempunyai hak untuk tidak di diskriminasikan.


[2] Umi Sumbulah, Spektrum Gender (Malang: UIN Malang Press), hal.15.
[3] Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Ketidakadilan Gender, 2007, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), hal.47.
[4] Ibid, hal.49.
[5] Ibid, hal.53.
[6] Zumrotin K Susilo dkk, Perempuan Bergerak, (Sulawesi Selatan: Yayasan Lembaga Konsumen), hal.26.
[7] Umi Sumbulah, Spektrum Gender (Malang: UIN Malang Press), hal.10.

Tuesday, June 26, 2012

You're Beautiful - James Blunt



My life is brilliant.

My life is brilliant.
My love is pure.
I saw an angel.
Of that I'm sure.
She smiled at me on the subway.
She was with another man.
But I won't lose no sleep on that,
'Cause I've got a plan.

You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
I saw your face in a crowded place,
And I don't know what to do,
'Cause I'll never be with you.

Yeah, she caught my eye,
As we walked on by.
She could see from my face that I was,
Flying high,
Fucking high,
And I don't think that I'll see her again,
But we shared a moment that will last till the end.

You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
I saw your face in a crowded place,
And I don't know what to do,
'Cause I'll never be with you.

You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
There must be an angel with a smile on her face,
When she thought up that I should be with you.
But it's time to face the truth,
I will never be with you.